Di Hari Kelahiran atau Harlah Nahdlatul Ulama (NU) ke-98, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Aqil Siradj, meminta pemerintah untuk menutup secara menyeluruh akun atau media online milik kelompok Wahabi. Dalam hal ini, saya tentu mendukung permintaan dari Ketua Umum PBNU tersebut. Pasalnya, kita melihat bahwa akhir-akhir ini kelompok radikal menjadikan media online sebagai alat untuk menyebarkan pahamnya. Akhirnya, membuat wajah media sosial kita cenderung ke arah propaganda. Dengan begitu, kita tentu perlu mendukung permintaan PBNU untuk mendorong pemerintah melakukan pemblokiran akun-akun kelompok radikal.
Hal ini menunjukkan bahwa PBNU memiliki kesadaran penuh bagaimana akhir-akhir ini di dunia maya dan berbagai platform media lainnya dibanjiri oleh ujaran kebencian, ajaran Islam yang keras, penuh dengan hoaks dan provokasi yang meresahkan masyarakat. Utamanya perihal sikap dan cara keislaman yang selalu terbawa arus ke dalam kebencian dan kekerasan.
Membabat habis akar radikalisme bukan perkara mudah. Kecanggihan teknologi dimanfaatkan sebagai ajang untuk menebar dakwah radikal hingga melahirkan berbagai agen teroris. Bahkan melalui akses media sosial, seseorang dengan mudah digiring untuk tunduk dan bergabung sebagai “budak” radikalisme. Mudahnya akses media sosial dijadikan sebagai ajang propaganda secara terbuka dan terang-terangan untuk membangun dakwah radikal.
Informasi berbasis jaringan internet dan hadirnya revolusi teknologi kian membantu kelompok teroris dalam meningkatkan jaringan dan propaganda paham yang mereka usung. Dengan begitu, keberadaan internet telah menjadi bagian penting dalam membentuk pemikiran, perbuatan, perilaku, sekaligus kebutuhan dasar hidup manusia kini.
Kemudahan dan akses murah bahkan tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditawarkan oleh internet kerap menjadi alternatif pilihan untuk melakukan propaganda radikal secara efisien dan efektif. Dalam menyebarkan pahamnya, kelompok radikal menggunakan media sosial untuk mempengaruhi massa, terutama remaja dan pemuda yang umumnya memiliki psikis dan emosional yang labil dan mudah dipengaruhi.
Korelasi penyebaran paham radikalisme melalui media sosial secara khusus merujuk pada pelibatan isu SARA dengan tujuan untuk melakukan hate propaganda. Kelompok radikal dapat dengan mudah menggunakan rasa keingintahuan atau ketidaktahuan mereka akan pemahaman dan wawasan mengenai paham radikalisme untuk dijadikan bagian dari jaringan pergerakan kelompok. Hal ini tentu menjadi alasan yang logis melihat masifnya keterlibatan kalangan pemuda pada jaringan terorisme saat ini.
Penggunaan media sosial dalam jaringan radikal tentu bukan sebuah fenomena baru. Terlihat dalam beberapa kejadian, terkhusus serangan teroris di New York pada 2001, yang memunculkan isu radikalisme atau terrorism based on religion yang menjadi isu kontroversial dalam keamanan internasional. Dengan beredarnya video penabrakan pesawat ke Gedung WTC New York secara luas di media sosial, tentu membekaskan trauma besar kepada banyak pihak, sekaligus menjadi deklarasi universal bagi Al-Qaeda dan jaringan-jaringan terorisme lain akan eksistensi gerakannya dalam mempengaruhi peta konflik dunia.
Pasca peristiwa tersebut, jaringan radikalisme melakukan aksinya secara terang-terangan, dengan menebar teror melalui media sosial. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar (5/1/2025), mengingatkan agar masyarakat meningkatkan kewaspadaannya terhadap bahaya penyebaran paham radikalisme dengan narasi-narasi kebencian dan konten propaganda yang tersebar di media sosial, maupun kegiatan offline yang dinilai dapat memecah belah kehidupan berbangsa dan bernegara. Peringatan tersebut, tentu harus menjadi perhatian kita bersama, baik pemerintah maupun masyarakat.
Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan tindakan. Tindakan menutup akun sosial media dan platform media online lainnya milik kelompok Wahabi ini sejatinya sangat penting untuk dilakukan. Hal ini merupakan bentuk ijtihad dan jihad kita bersama dalam memberantas ajaran-ajaran Islam yang radikal, kaku, eksklusif, penuh dengan kebencian dan selalu tidak bersahabat dengan situasi sosial-kultural yang ada di negeri ini. Sebab, kelompok tersebut memunculkan praktik-praktik keislaman yang telah “menggores wajah Islam”. Wajah Islam yang seharusnya membawa rahmat dan cinta-kasih, justru malah berubah menjadi kemudharatan dan segenap masalah sosial yang berkepanjangan seperti yang dibawa oleh kelompok Wahabi tersebut.
Sebagaimana KH. Said Aqil Siradj saat melakukan siaran lewat akun Youtube NU Channel pada 28/2/2025 kemarin, Ia mengatakan, “itu medsosnya wahabi-wahabi, onlinenya wahabi tutup aja lah. Jangan khawatir pak (menteri), di Qur’an-nya ada pak. Bukan dari saya”. Dalam ungkapannya tersebut, menunjukkan bahwa Ia sangat memahami bagaimana al-Qur’an selalu menjelaskan bagaimana orang-orang yang “mengaku berjuang menegakkan agama-Nya tetapi berbuat kemungkaran” yang diterangkan sebagai golongan pembawa petaka, munafik, dan seburuk-buruknya golongan.
Kita tahu, Wahabi seperti memberikan “goresan tinta hitam” terhadap wajah dan marwah Islam. Mereka adalah kelompok yang keras, kaku dan tidak menampakkan marwah Islam yang memberikan rahmat dan cinta-kasih. Pandangan yang semacam itu tidak lain hanya merusak dan membunuh perdamaian, kebersamaan dan kesadaran untuk saling menghargai satu sama lain. Sebab, kelompok Wahabi selalu menolak perbedaan, sesuatu yang dianggap bid’ah itu wajib dibasmi dan sesuatu yang di luar pemahaman mereka itu wajib diperangi.
Di sinilah alasan penting bagi kita bersama untuk berpikir jernih, bahwa ruang atau situs dakwah Wahabi di berbagai platform media online harus segera ditutup. Upaya ini harus dilakukan oleh pemerintah. Secara khusus, kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk bisa menutup akun media sosial dan media online milik kelompok Wahabi yang hanya menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang radikal, penuh kebencian, intoleran dan merusak tatanan yang ada. Lebih spesifiknya, meminta agar pemerintah menutup sarang kelompok radikalisme di Indonesia.
Dengan cara menutup situs akun dan berbagai platform media online milik kelompok Wahabi, niscaya wajah keislaman dan situasi kedamaian dalam keragaman itu bisa dibangun dengan baik di negeri ini. Hal ini dikarenakan kelompok yang selalu menyebarkan ajaran radikal, kaku, eksklusif, dan kebencian layaknya kelompok Wahabi dapat menghambat cita-cita bangsa untuk hidup damai, nyaman, dan penuh dengan keharmonisan satu sama lain. Maka dari itu, dari sini KH. Said Aqil Siradj menegaskan bahwa ini sebagai jihad di dalam memberantas Islam radikal di Indonesia, dan kita harus mendukung langkah tersebut.