Hoaks atau berita palsu yang disengaja, tidak hanya mewabah selama Pilkada serentak 2017 dan Pemilu 2019 saja. Frekuensi hoaks juga meningkat saat Pandemi Covid-19 dan kemajuan teknologi mewabah di Indonesia. Mulai Januari-Maret 2020, tercatat total 384 kasus hoaks masif merebak di dunia maya (cyberspace).
Saluran, bentuk, dan jenis penyebaran hoaks umumnya beragam. Hasil penelitian Masyarakat Telematika (Mastel) tahun 2019 menunjukkan 87,50% dari 941 responden menerima berita hoaks dari sosial media, yaitu facebook, twitter, dan instagram. Adapun 67,00% masyarakat, menerima hoaks dari whatsapp, line, dan telegram, serta 28,20% dari situs web.
Data tersebut membuktikan, kemajuan teknologi, khususnya jejaring sosial sangat berperan penting dalam penyebaran hoaks ke tangan masyarakat luas. Beredarnya akun-akun palsu (fake account) yang terlihat profesional kian meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap berita bohong yang disiarkan. Tercatat oleh Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita.
Hal ini menjadi ancaman serius jika penanggulangan yang dilancarkan tidak terencana dan terukur. Salah satu dampak yang mencolok adalah perpecahan, yang menganggu kerukunan, menghambat pembangunan nasional dalam menjaga kesatuan Indonesia.
Disamping itu, survey Mastel membuktikan, pandemi hoaks mengakibatkan 61,5% masyarakat merasa terganggu. Keresahan masyarakat yang timbul berkat pandemi hoaks, dapat meledakkan post-truth hingga ke pelosok-pelosok negeri ini. Post-truth, Situasi atau kondisi saat pengaruh ketertarikan emosional dan kepercayaan pribadi lebih tinggi dibandingkan fakta dan data yang objektif, menghasilkan ketidakpercayaan publik terhadap fakta yang ada.
Konten hoaks yang mengalir di media sosial, kian mengalami pergeseran tema. Tahun lalu, hoaks yang marak dikonsumsi publik diwarnai tema Pilpres 2019. Kini, konten-konten bernuansa pandemi justru mendominasi.
Dilansir dari website resmi Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, terdapat 71 kasus hoaks dan disinformasi yang beredar di media sosial sejak 1-8 September 2020. Berita palsu seperti “Nyamuk Rekayasa Genetika untuk Lawan Virus Korona” (1/9), “Imbauan Walikota Jakarta Selatan Terkait Razia Siswa si Tempat Keramaian” (3/9), dan “Perdana Menteri Jepang Mundur Terkait Virus Korona” (3/9) telah diklarifikasi.
Klarifikasi hoaks dari website resmi pemerintah adalah bentuk upaya efektif, mengingat hasil survey Mastel yang mencatat sebesar 83% masyarakat memeriksa kebenaran informasi melalui internet (search engine).
Klarifikasi atau tabayyun sebenarnya biasa dipraktekkan para sahabat Nabi Muhammad SAW, belasan abad lalu. Pada suatu waktu, Umar bin Khattab pernah memarahi bacaan surah al-Furqan yang dilantunkan Hisyam bin Hakim, lantaran bacaan Hisyam berbeda dari yang diajarkan Rasulullah kepada Umar. Hisyam menjelaskan, Rasulullah sendiri yang mengajarkan bacaan itu.
Akhirnya, mereka berdua mengonfirmasi langsung kepada Rasulullah SAW. Beliau membenarkan bacaan keduanya dan menerangkan, Alquran diturunkan dengan variasi bacaan, maka bacalah yang engkau anggap mudah.
Maka, usaha mengonfirmasi berita hendaknya dilakukan setiap kali menerima berita. Baik berita yang tidak sejalan dengan pengetahuan kita, maupun berita baru yang belum pernah kita tahu sebelumnya. Syukur, tindakan verifikasi informasi telah dilancarkan oleh sebagian masyarakat. Namun, meningkatkan kemudahan akses sumber-sumber yang dijadikan referensi seharusnya dijadikan prioritas.
Keresahan masyarakat yang meningkat sebab kasus hoaks yang menolak reda juga dapat diatasi dengan cara menghadirkan edukasi yang sistematis, masif, dan berkesinambungan. Dengan begitu, masyarakat yang awalnya merupakan kalangan konsumen dependen dapat berevolusi menjadi kalangan yang dapat membuktikan kebenaran sebuah berita (hoax proof) yang independen.
Demikian, menghadapi pandemi hoaks dengan bijak adalah keharusan. Selanjutnya, terserah Anda. Apakah Anda akan tetap menelan berita mentah-mentah dan rela perpecahan terjadi dimana-mana? Atau Anda ingin merawat keutuhan Indonesia dengan mengajak diri sendiri dan orang lain bijak berselancar di dunia maya?