Ketika China, India, Jepang, Korea, dan Taiwan telah berhasil merespons tantangan zaman, dengan menjadi negara-negara modern tanpa menjadi Barat, kita masih menyoal apakah Pancasila agama atau bukan. Negara-negara Asia itu justru menjadi modern dengan ciri khas lokalnya yang eksklusif dan otentik. Maju ke masa depan dengan memberdayakan masa lalunya, dengan cara pandang baru.
Kecendrungan inklusif kebangkitan negara-negara Asia yang menjadi modern tanpa Barat, dalam perkembangannya telah meresahkan negara-negara Barat sendiri, khususnya Amerika Serikat. Cara pandang Barat yang menganggap modernitas diciptakan dengan cara meninggalkan masa silam, adalah sebuah kekeliruan, terbukti dengan kegagalan Jepang yang pernah menerapkan sistem itu .
Modernitas bukan sekadar efisiensi, bukan karena pengaruh Barat, namun menurut Koentjaraningrat, modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai zaman dan konstelasi dengan dunia yang sekarang. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, modernisasi merupakan suatu bentuk dari perubahan sosial, yakni perubahan sosial yang lebih terarah (directed change) dan didasarkan oleh suatu perencanaan (social planning).
Dalam artian, menjadikan masa lalu sebagai pijakan dan kendaraan menuju masa depan bukanlah suatu kekeliruan. Terbukti dengan berkembangnya negara-negara maju di Asia. Indonesia sebagai negara yang besar, dan melimpah khazanah sejarahnya amatlah mungkin menjadi negara maju dikemudian hari. Dengan bermodal Pancasila sebagai konsensus berbangsa-bernegara dan warisan semangat kebangsaannya menjadi satu negara maju dari negara-negara maju Asia lainnya.
Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia, sebagai sumber hukum yang mengatur kehidupan beragama, berbangsa dan bertanah air. Menurut Notonegoro, Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia. Sedangkan menurut Ir. Soekarno, Pancasila sebagai isi jiwa bangsa Indonesia yang secara turun temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian, pengertian Pancasila tidak hanya sebagai falsafah negara, namun lebih luas sebagai falsafah seluruh bangsa Indonesia.
1 Juni 2020 menjadi penanda, bahwa Pancasila telah berusia 75 tahun. Rentan waktu yang begitu panjang dan dinamika perkembangan masyarakat Indonesia yang signifikan menimbulkan beberapa pertanyaan kalangangan petinggi negara, akademisi, dan kita semua. Apakah Pancasila masih relevan ditengah tentangan modernisasi global sekarang ini? Kondisi Indonesia sudah sangat jauh berubah semenjak kemerdekaan.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, merupakan sebuah sistem nilai kebaikan universal yang bisa diterapkan dalam konteks apapun baik pada hari ini, dan masa yang akan datang. Artinya, Pancasila dengan basis filosofinya yang mendalam, sebenarnya mampu untuk menjawab setiap problematika yang ada.
Di tengah perubahan zaman, persoalan yang perlu diwaspadai adalah ketika masyarakat, khususnya generasi muda, tidak lagi memandang Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Padahal urgen pemahaman tentang Pancasila dijadikan sebagai tonggak dan tameng dalam menghadapi era modernisasi. Sedikitnya, ada tiga persoalan yang menjadi diskursus terkait Pancasila pada saat ini. Pertama, masyarakat Indonesia dalam prakteknya masih mengedepankan idividualisme kelompok, sehingga rentan menimbulkan disintegrasi bangsa.
Kedua, hilangnya toleransi antar umat beragama dan mudah menjustifikasi penganut agama lain, yang menimbulkan berbagai kerusuhan diberbagai daerah atas nama agama.
Ketiga, maraknya generasi muda yang lebih menggandrungi dan bangga dengan budaya luar, terlihat dari gaya berpakaian dan fenomena drama korea di Indonesia.
Hal demikian tak lain disebabkan karena kurangnya pembinaan sejak dini dan menyeluruh tentang nilai-nilai Pancasila. Padahal, pancasila adalah satu tatanan yang mengandung nilai-nilai kebudayaan dan jati diri bangsa.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang memiliki tugas membantu presiden merumuskan arah kebijakan pembinaan Pancasila, seyogyanya tidak melulu tampil sebagai lembaga belaka, tetapi betul-betul melaksanakan tugasnya dengan baik. Koordinasi dan sinkronisasi dalam pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam prakteknya yang masih jauh dari harapan.
Karena itu, pembinaan ideologi Pancasila harus terus digalakkan, terutama kepada generasi muda. Namun demikian, semua kalangan pantas ambil bagian dalam membumikan Pancasila. Menjawab tiga tantangan di atas, dapat dilakukan dengan memahami hakikat dari nilai yang dari setiap sila.
Pertama, Pancasila harus tetap menjadi pemersatu bangsa Indonesia karena merupakan produk asli bangsa Indonesia. Lahirnya Pancasila tidak mudah, di mana harus mampu mencakupi seluruh aspek dalam kehidupan masyarakat serta memiliki nilai yang kuat..
Kedua, dalam hidup bermasyarakat kita perlu saling menghormati agama lain, menjaga toleransi antar umat beragama, tidak memaksakan kehendak, dan tidak mencemooh atau mengejek kepercayaan orang lain.
Ketiga, sebagai generasi muda, kita wajib memperjuangkan nama harum bangsa Indonesia. Membangun rasa cinta terhadap tanah air, mengutamakan persatuan dan kesatuan daripada kepentingan pribadi, dan berjiwa patriotisme.
Pancasila sebagai sumber hukum, sebagai ideologi bangsa, eksistensinya kian tergerus di era modernisasi. Menurut pakar hukum tata negara Bayu Dwi Anggono, Pancasila selain sebagai the living ideology, juga harus menjadi the working ideology. Melemahnya ideologi Pancasila ia akui berdasarkan hasil survai nasional yang dilakukan Center for Strategic And Internasional Studies (CSIS) 2017. ‘’Sebagai contoh, menurut hasil survai Center for Strategic And International Studies (CSIS) 2017, hampir 10 persen milenial setuju pancasila diganti dengan ideologi lain,’’ terangnya.
Prof. Dr. Muhammad Mahfud MD saat memberikan kuliah Umum Kebangsaan ‘Generasi Z-Alpha, Generasi Pancasila’ di kampus Unika Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah menuturkan, ‘’Pada saat ini keutuhan Indonesia berdasar Pancasila ditentang oleh gerakan ideologi lain yang dianggap lebih baik, misalnya muncul sikap intoleran, radikalisme, sampai ide khilafah,’’ ujarnya, seperti dikutip Harian Suara Merdeka
Bertranformasi atau menjadi apapun, tentulah punya sisi positif dan negatif. Begitu pula modernisasi, sudah barang tentu punya dampak. Diantara dampak positifnya yaitu, peningkatan ilmu pengetahuan teknologi, kemajuan bidang industri, kemajuan di bidang transportasi dan meningkatnya kesadaran politik dan demokrasi. Sedangkan dari sisi negatifnya kita dapati seperti gaya hidup kebarat-baratan, kesenjangan sosial, sikap individualistik, dan pola bidup konsumtif.
Hendaknya, agar modernisasi dapat berjalan dengan baik, perlu dukungan kebudayaan masyarakat. Kebudayaan itu menjadi pendorong proses modernisasi, dan menjadi penyeimbang agar tidak kehilangan identitas diri. Semakin terdesaknya budaya tradisional oleh masuknya budaya dari luar, budaya kita terancam pudar.
Sejak ditetapkan pertama kali sebagai dasar negara oleh BPUPK pada 18 Agustus 1945, Pancasila dianggap sebagai sublimasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang mampu menyatukan bangsa Indonesia. Keragaman suku, bahasa, ras, dan agama, keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun sosio-kultural yang mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Rasanya tak mungkin kita menghindari modernisasi, sebab itu bersifat alami. Namun sejarah masa lalu, jangan pula dilupakan begitu saja. Karena kita adalah bangsa yang besar, yang punya nilai-nilai luhur dalam sejarahnya. Menjadi modern seharusnya menjadikan Indonesia maju dan makmur, bukan sebaliknya, malah tertarik ke belakang dan terpuruk lalu hancur. Modernisasi harus tetap pada kendali tafsir-tafsir Pancasila, juga tanpa melupakan semangat Bhineka Tunggal Ika dan gotong royong, yang merupakan pondasi turun temurun.
Pancasila mampu menunjukkan kesaktiannya, mengalahkan paham dan nilai-nilai yang juga hidup tumbuh dan berkembang subur di bumi Indonesia. Sebagai dasar, landasan tuntunan dan pegangan dalam semua aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup merupakan suatu kekuatan ideologi bangsa yang setara dengan nilai-nilai Asia, Konfusian, Islami dan juga Kristiani.
Pancasila sebagai sarana pemersatu bangsa Indonesia, yang membimbing, mengarahkan, menjadi pedoman hidup serta menumbuhkan jiwa nasionalisme dan patriotisme, juga sebagai jawaban tantangan modernisasi. Pancasila tetap menjadi sumber nilai dan etik dalam kehidupan sosial, dan Pancasila selalu relevan sampai kapanpun.