Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggelar konferesi pers di Taman Politik DPP Demokrat pada Senin (1/2/2025) terkait isu gerakan politik yang mengancam kepemimpinan partainya. Dalam gelaran tersebut, AHY mengungkap adanya pihak-pihak yang ingin mengambil alih kekuasaan Partai Demokrat demi kepentingan politik. Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu bahkan menyebut, terdapat orang dalam lingkaran istana yang ikut terlibat dalam isu kudeta tersebut. Secara terang-terangan para elite Demokrat menyebut orang tersebut adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moledoko. Namun benarkah demikian?
Kita layak meragukan pernyataan Demokrat tersebut. Pasalnya, dalam konferensi pers yang sampaikan AHY, tidak dengan jelas disebutkan siapa saja lima orang yang dimaksud. Juga data yang disampaikan pun tidak jelas sumbernya, AHY hanya menyebut ciri-ciri pelaku. Seharusnya, jika memang itu sebuah peristiwa nyata kebenaranya, AHY tidak segan membuka secara jujur siapa pelakunya, alasanya, dan sumber berita, serta saksinya, agar segera menemui titik terang.
Namun sayang AHY tidak melakukan itu. Seolah ia memang sengaja memancing keributan dan memaksa orang untu berspekulasi sendiri. Pada akhirnya, isu ini hanya menjadi trending topik di laman-laman berita dan media sosial. Lalu mengawang-awang tidak jelas, hanya mengusik ketentraman negara. Setelah para pihak yang merasa tertuduh menyampaikan klarifikasipun, tidak ada respon dari pihak Demokrat. Artinya, ini semakin menguatkan pendapat saya, bahwa sebenarnya isu kudeta ini, hanya sebagai lahan bagi Demokrat mencari panggung, dengan upaya menjatuhkan pihak lain.
Bukan tanpa alasan Demokrat buru-buru mencari panggung, pergelaran pesta demokrasi tahun 2024 yang akan datang akan menjadi pertaruhan. Demokrat tentu tidak ingin kecewa kedua kali, setelah di 2019 tidak mendapat kursi istimewa. Ini momen yang pas untuk berburu panggung, apalagi kita semua tau, pasca sepeninggal SBY, Demokrat tidak memiliki sosok yang berprestasi yang bisa diandalkan dan dijual kepada rakyat. Di tengah isu keterlibatan Demokrat dengan ormas terlarang Front Pembela Islam (FPI), akan semakin menenggelamkan Partai Demokrat.
Menurut berita yang beredar, Demokrat menjadi salah satu penyumbang dana bagi FPI. Demokrat diduga menjadi dalang di balik kerusuhan yang ditimbulkan FPI. Belum lagi para buzzer Damokrat yang sempat viral menyerang pemerintah dan dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) beberapa hari lalu, semakin menambah citra buruk Partai Demokrat. Untuk itu, pastilah Demokrat ingin bersih-bersih partai dari isu-isu miring untuk persiapan pilpres 2024 nanti. Tujuannya tak lain adalah untuk menaikkan nama AYH, lelaki muda yang belum pengalaman dalam politik.
Akan tetapi, dengan menjatuhkan tuduhan pada pihak tertentu tanpa disertai bukti yang kuat, bisa menjadi malapetaka bagi Demokrat sendiri. Pernyataan itu bisa menjadi fitnah. Daripada melakukan pencitraan dan membuat kisruh di khalayak ramai, seharusnya, Demokrat selesaikan dauhulu urusan dapurnya. Toh, rasanya tidak sulit mencapai kata mufakat dan kesolidan, karena kita tau, SBY sebagai orang tua AHY sekaligus pembina Partai Demokrat, juga Ibas Yudhoyono sebagai Wakil Ketua Umum Demokrat, sekaligus adik kandung AHY. Yah itulah, keluarga partai dinasti. Seharusnya dengan mudah membangun kekuatan, tanpa melibatkan pihak luar.
Demokrat sebagai partai dinasti, selayaknya memang lebih mudah mengatur akan bagaimana dan seperti apa kedepannya Partai Demokrat. Alasanya, karena Demokrat sebagai partai dinasti mempunyai homogenitas, sehingga dapat menerapkan sistem kebijakan atau aturan-aturan tanpa adanya perlawanan atau ketidaksetujuan masyarakat luar. Sejatinya AHY sebagai orang baru dalam dunia politik, dapat dengan mudah mendapat simpati publik, andai dirinya tidak melakukan hal-hal konyol seperti hal di atas yang membuat rakyat berpaling darinya. Sebagai calon penguasa yang belum memiliki prestasi, AHY hanya perlu membangun diri dengan baik dan menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang pernah dilakukan ayahhandanya, SBY.
Bagaimanapun, AHY jangan sampai menjadi pribadi yang dibenci masyarakat, jika ingin berkuasa dikemudian hari. Ketimbang membuat pencitraan dan kisruh di republik ini, AYH lebih baik mengembangkan diri, memperbanyak lagi ilmu-ilmu politiknya. Sebagai lelaki dewasa, AHY harus bisa membawa Demokrat pada ranah yang lebih baik dengan gayanya sendiri, dengan kemampuan yang ia miliki. Tidak melulu menjadi bayang-bayang SBY, yang sejatinya telah usai masanya.
Niccolo Machiavelli, seorang filsuf politik asal Italia dalam karyanya yang fenomenal IL Principe, menuturkan, “Seorang penguasa yang bijaksana, harus membangun kekuasaanya berdasarkan apa yang dia kuasai sendiri dan bukan berdasarkan apa yang dikuasai orang lain. Ia harus berusaha agar tidak dibenci.” AHY harus mandiri, harus bisa membuktikan kemampuanya. Tidak lagi berada di bawah pengaruh SBY. Kesempatan itu telah ada sekarang ini. AHY hanya perlu belajar lagi dari tokoh-tokoh pemimpin dunia, agar menjadi pemimpin yang disegani dikemudian hari. Namun menyaksikan AHY dilapangan kini, kejayaan Demokrat mungkin itu sulit terwujud.
Pada akhirnya, publiklah yang akan menilai, drama apa yang tengah dimainkan oleh Demokrat. Isu kudeta yang ramai diperbincangkan publik, semoga tidak menjadi persoalan berkepanjangan yang mengganggu kesetabilan bangsa. Isu kudeta Partai Demokrat jangan sampai menghambat kinerja pemerintahan dalam menangani banyak bencana yang tak kunjung usai, juga persoalan-persoalan lain yang membutuhkan tenaga serta pikiran sehat. Walhasil, isu kudeta boleh menjadi lahan Demokrat mencari panggung, tetapi ingatlah ada kesejahteraan 271 juta jiwa rakyat Indonesia yang harus ditanggung.